Tulisan ini ada sebagai hasil dari kegiatan study Studio Proses Perencanaan di Kecamatan Jepon… Berdasarkan hasil kegiatan survei primer dan sekunder yang telah dilakukan, jadi Kecamatan Jepon itu . . . . . . *Let’s check !!!!
SEKILAS KECAMATAN JEPON
Kecamatan Jepon adalah salah satu nama kecamatan dari 16 kecamatan yang ada di Kabupaten Blora. Kecamatan Jepon terletak di bagian utara Kabupaten Blora dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Rembang. Adapun wilayah dari Kecamatan Jepon yang beratasan langsung dengan Kabupaten Rembang adalah Desa Waru. Selain itu, di bagian barat Kecamatan Jepon juga bebatasan langsung dengan Kota Blora. Hal ini menyebabkan Jepon dilalui oleh tipe jalan kolektor primer yang menjadi penghubung antara Blora-Cepu.
Kecamatan Jepon memiliki luas wilayah seluas 107,724 ha dan berada di ketinggian antara 40-500 meter dpl. Jepon memiliki 25 desa atau kelurahan, yang terdiri dari 24 desa dan 1 kelurahan. Adapun nama-nama desa tersebut, yaitu Desa Blungun, Desa Semanggi, Desa Ngampon, Desa Jomblang, Desa Palon, Desa Bangsri, Desa Sumurboto, Desa Brumbung, Desa Turirejo, Desa Semampir, Desa Kemiri, Desa Tempellemahbang, Desa Seso, Desa Balong, Desa Geneng, Desa Nglarohgunung, Desa Kawengan, Desa Gersi, Desa Gedangdowo, Desa Pulegadel, Desa Bacem, Desa Jatirejo, Desa Soko, dan Desa Waru. Sedangkan untuk kelurahannya bernama Kelurahan Jepon. Dalam hal ini, Kelurahan Jepon berfungsi sebagai ibukota dari Kecamatan Jepon sekaligus sebagai pusat aktivitas masyarakat Jepon. Ini disebabkan karena di Kelurahan Jepon terdapat pasar induk Jepon yang sering dipergunakan warga untuk aktivitas perdagangan dan jasa yang mendukung perekonomian. Sehingga perekonomian di Kecamatan Jepon di latar belakangi oleh adanya Pasar Jepon itu sendiri.
Kecamatan Jepon memiliki curah hujan yang relatif lebih rendah dari kecamatan lainnya, yakni hanya 782 mm/bulan atau 78 mm/hari. Kondisi curah hujan yang rendah ini menyebabkan Kecamatan Jepon rawan akan kekeringan. Kekeringan yang ada akan berdampak bagi sistem irigasi sawah yang ada di Jepon dan juga sumber air bersih penduduk Jepon.
Topografi di Kecamatan Jepon terletak pada topografi landai (0-2%) dan curam (>40%). Kondisi topografi ini telah sesuai karena memang sebagian besar guna lahan di Jepon digunakan sebagai kawasan budidaya (permukiman, lahan persawahan, aktivitas komersial) yang berada di bagian tengah dan kawasan hutan jati yang berada di bagian selatan.
Kecamatan Jepon memiliki luas wilayah total seluas 10.772,38 Ha dengan sebagian besar wilayahnya terdiri dari lahan sawah, tegalan, hutan, bangunan dan lain-lain. Penggunaan lahan terbesar digunakan untuk hutan dengan luas 4.768,915 ha.
Jaringan infrastruktur yang ada meliputi 7 prasarana dasar, yakni jalan, air bersih, persampahan, telekomunikasi, listrik, drainase, dan sanitasi.
a) Jalan
Berikut ini disajikan data terkait dengan beberapa ruas jalan yang ada di Kecamatan Jepon.
Tabel 3
Data Beberapa Ruas Jalan Utama di Kecamatan Jepon
No |
Nama Ruas Jalan |
Panjang Ruas (km) |
Lebar Rata-rata (m) |
Kondisi (km) |
|||
Baik |
Rusak ringan |
Rusak |
Rusak berat |
||||
1 |
JEPON – KARANG |
4,70 |
4,50 |
4,70 |
– |
– |
– |
2 |
PULEDAGEL – KARANG |
3,60 |
2,50 |
1,50 |
2,10 |
– |
– |
3 |
BACEM – KARANG |
4,40 |
2,50 |
– |
– |
4,40 |
– |
4 |
SOKO – KARANG |
6,00 |
2,50 |
– |
– |
– |
6,00 |
5 |
SESO – JATIREJO |
7,30 |
4,00 |
5,80 |
1,00 |
0,50 |
– |
6 |
JATIREJO – SOKA |
3,00 |
4,00 |
1,10 |
– |
– |
1,90 |
7 |
SOKA – BTS. KAB. REMBANG |
1,75 |
3,00 |
– |
– |
– |
1,75 |
8 |
JEPON – TURIREJO |
1,40 |
4,00 |
0,90 |
– |
– |
0,50 |
9 |
TURIREJO – SUMURBOTO |
4,10 |
2,50 |
– |
– |
– |
4,10 |
10 |
TURIREJO – BANGSRI |
2,80 |
4,00 |
1,70 |
0,90 |
– |
0,20 |
11 |
SESO – SUMURBOTO |
1,30 |
3,00 |
– |
– |
1,30 |
– |
12 |
TURIREJO – PALON |
3,00 |
2,50 |
0,80 |
– |
2,20 |
– |
13 |
NGLOBO – BLUNGUN |
6,00 |
2,50 |
– |
– |
– |
6,00 |
14 |
BLUNGUN – PASAR SORE |
8,00 |
2,50 |
– |
– |
– |
8,00 |
15 |
TEMPEL – JIWOREJO |
1,40 |
3,00 |
1,40 |
– |
– |
– |
16 |
JIWOREJO – SINGONEGORO |
2,50 |
3,00 |
0,80 |
– |
1,70 |
– |
17 |
JATIREJO – MEDANG |
3,60 |
3,00 |
1,00 |
2,60 |
– |
– |
Jumlah |
64,85 |
19,70 |
6,60 |
10,10 |
28,45 |
Sumber: Departemen PU Kabupaten Blora, 2012
Dari data prasarana jalan di atas dapat dilihat bahwa Kecamatan Jepon memiliki jumlah jaringan jalan sebanyak 17 unit, dengan panjang total 64,85 km. Kondisi jalanpun beragam, dimana 19,7 km (30%) berkondisi baik; 6,6 km (10%) memiliki kondis rusak ringan; 10,1 km (16%) kondisi rusak; dan 28,65 km (44%) kondisinya rusak berat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hampir 70% jalan di Kecamatan Jepon dalam kondisi rusak. Sebagian besar jalan desa di Kecamatan Jepon ditemukan dalam kondisi rusak dan berlubang. Tak ada upaya pemerintah untuk memperbaiki jalan tersebut. Oleh karena itu, biasanya warga di setiap desa secara swadaya membetulkan jalan-jalan yang ada. Upaya perbaikan ini dapat dilakukan dengan cara menambal jalan yang berlubang dengan tumpukan batu dan sertu (serpihan batu) dan sedikit timbunan tanah lempung.
b) Air Bersih
Sebagian besar sumber air bersih di Kecamatan Jepon bersumber dari air sumur, baik jenis sumur dangkal maupun dalam. Untuk jenis sumur dangkal, sumber air dapat ditemukan mulai kedalaman 8-9 meter sedang untuk sumur dalam dapat ditemukan sumber air mulai kedalaman 20-30 meter. Kualitas air yang dihasilkan pun beragam, ada yang sudah baik namun ada juga yang masih buruk karena banyak mengandung kapur. Kondisi yang demikian menyebabkan untuk konsumsi sehari-hari perlu dilakukan penyaringan lebih lanjut atau lebih memilih untuk membeli air isi ulang untuk kebutuhan memasak dan minum. Akan tetapi, Pemerintah setempat juga berupaya dalam membantu warga untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Ini tercermin dari seringnya pemerintah memberi bantuan tanki air bersih untuk beberapa desa yang rawan kekeringan terutama untuk musim kemarau.
c) Persampahan
Kecamatan Jepon tidak memiliki TPS. Oleh karena itu, untuk pengelolaan sampahnya masing dilakukan secara tradisional, yakni dengan cara dibakar dan ditimbun. Untuk cara pengelolaan dengan dibakar, yang dibakar berupa sampah-sampah non-organik dan tidak bisa didaur ulang, seperti plastik dan botol-botol. Frekuensi warga dalam membakar sampah juga beragam, ada yang setiap hari, 3 hari sekali, ataupun 1 minggu sekali. Frekuensi pembakaran sampah tergantung dari banyaknya sampah yang dihasilkan oleh setiap rumah.
d) Telekomunikasi
Sebagian desa di Kecamatan Jepon ada yang sudah terjangkau oleh jaringan telepon kabel dan ada yang belum. Namun, untuk saat ini walaupun jaringan telepon kabel sudah ada, banyak warga yang lebih memilih memakai handphone yang dianggap lebih fleksibel dalam kemudahan dan kenyamanan berkomunikasi.
e) Listrik
Hampir semua desa/kelurahan di Kecamatan Jepon telah teraliri listrik. Daya listrik yang digunakan juga beragam, namun yang mendominasi adalah daya listrik 450 dan 900 watt.
f) Drainase
Saluran drainase di Kecamatan Jepon pada umumnya masih menggunakan sistem drainase dengan sistem gravitasi. Sungai merupakan muara akhir dari pembuangan aliran drainase. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya linpasan air sungai di Kecamatan Jepon. Sungai-sungai tersebut masuh tergolong sungai kecil, antara lain Kali Tempellemahbang, Kali Ngaloroh Gunung dan Kali Balong, hanya terdapat sungai besar di Kecamatan Jepon yaitu sungai Lusi.
Namun di sebagian daerah masih banyak ditemukan desa/kelurahan yang belum memiliki saluran drainase. Hanya terdapat sedikit parit-parit kecil di beberapa jalan desa sebagai saluran drainasenya. Hal ini menyebabkan sering terjadinya genangan di beberapa jalan di desa ini jika musim penghujan tiba.
g) Sanitasi
Untuk prasarana sanitasi, di setiap rumah warga telah memiliki memiliki WC dan saptiktank sendiri. Sedangkan untuk jarak antara sumur dan sapitank rata-rata juga sudah sesuai standar.
Fasilitas
Fasilitas yang ada mencakup sarana yang ada di Kecamatan Jepon meliputi sarana transportasi, Perdagangan dan jasa, pendidikan, kesehatan, peribadatan, serta olahraga dan rekreasi.
a) Sarana Transportasi
Sarana transportasi merupakan sarana yang mendukung aktivitas pergerakan penduduk dari suatu tempat ke tempat lainnya. Di Kecamatan Jepon tidak di temukan angkotan pedesaan, namun masih ada delman yang masih beroperasi sampai sekarang. Di Kecamatan Jepon juga tidak ditemukan adanya terminal, namun yang dapat ditemukan hanya 2 buah halte bus yang ada di Desa Tempellemahbang. Jumlah kendaraan yang melewati ruas-ruas jalan yang ada di Jepon juga beragam. Perbedaan jumlah kendaraan disebabkan adanya perbedaan jam-jam aktivitas, dimana biasanya pada jam 07.00-08.00 yang merupakan jam berangkat dan pulang kerja jenis kendaraan yang banyak lewat adalah sepeda dan sepeda motor. Kedua jenis kendaraan ini merupakan jenis kendaraan yang paling sering digunakan oleh mayoritas penduduk. Jam-jam aktivitas lain adalah pada jam 16.00-17.00 yang merupakan jam pulang kerja. Sedangkan sistem transportasi kelas regional di Kecamatan Jepon dilayani oleh sarana transportasi yang berupa angkutan kota yang menghubungan antar daerah di sekitar Kecamatan Jepon. Sehingga sarana transportasi masyarakat terlayani dengan baik.
b) Sarana Perdagangan dan Jasa
Sarana Perdagangan dan Jasa di Kecamatan Jepon
No |
Desa/Kelurahan |
Toko |
Pasar |
Swalayan |
1 |
Blungun |
47 |
0 |
0 |
2 |
Semanggi |
0 |
0 |
0 |
3 |
Ngampon |
10 |
0 |
0 |
4 |
Jomblang |
2 |
0 |
0 |
5 |
Palon |
12 |
0 |
0 |
6 |
Bangsri |
41 |
0 |
0 |
7 |
Sumurboto |
12 |
0 |
0 |
8 |
Brumbung |
20 |
0 |
0 |
9 |
Turirejo |
61 |
0 |
0 |
10 |
Semampir |
5 |
0 |
0 |
11 |
Kemiri |
5 |
0 |
0 |
12 |
Tempellemahbang |
41 |
1 |
0 |
13 |
Jepon |
0 |
1 |
1 |
14 |
Seso |
50 |
0 |
0 |
15 |
Balong |
16 |
0 |
0 |
16 |
Geneng |
14 |
0 |
0 |
17 |
Nglarohgunung |
4 |
0 |
0 |
18 |
Kawengan |
8 |
0 |
0 |
19 |
Gersi |
5 |
0 |
0 |
20 |
Gedangdowo |
38 |
0 |
0 |
21 |
Puledagel |
9 |
0 |
0 |
22 |
Bacem |
8 |
0 |
0 |
23 |
Jatirejo |
6 |
1 |
0 |
24 |
Soko |
6 |
0 |
0 |
25 |
Waru |
7 |
0 |
0 |
JUMLAH |
427 |
3 |
1 |
Sumber : Data Monografi Kecamatan Jepon, 2011
c) Sarana Pendidikan
Sarana Pendidikan di Kecamatan Jepon
Nono |
Desa/Kelurahan |
TK |
SD |
SMP |
SMA |
1 |
Blungun |
4 |
3 |
1 |
0 |
2 |
Semanggi |
1 |
2 |
0 |
0 |
3 |
Ngampon |
1 |
2 |
0 |
0 |
4 |
Jomblang |
2 |
2 |
0 |
0 |
5 |
Palon |
1 |
2 |
0 |
0 |
6 |
Bangsri |
1 |
1 |
1 |
0 |
7 |
Sumurboto |
2 |
2 |
0 |
0 |
8 |
Brumbung |
2 |
1 |
0 |
0 |
9 |
Turirejo |
2 |
2 |
2 |
0 |
10 |
Semampir |
2 |
2 |
0 |
0 |
11 |
Kemiri |
1 |
2 |
0 |
0 |
12 |
Tempellemahbang |
1 |
2 |
0 |
1 |
13 |
Jepon |
8 |
7 |
0 |
0 |
14 |
Seso |
1 |
1 |
1 |
0 |
15 |
Balong |
1 |
1 |
0 |
0 |
16 |
Geneng |
1 |
2 |
0 |
0 |
17 |
Nglarohgunung |
1 |
1 |
0 |
0 |
18 |
Kawengan |
2 |
2 |
0 |
0 |
19 |
Gersi |
1 |
1 |
0 |
0 |
20 |
Gedangdowo |
2 |
2 |
0 |
0 |
21 |
Puledagel |
1 |
2 |
1 |
0 |
22 |
Bacem |
1 |
1 |
0 |
0 |
23 |
Jatirejo |
1 |
1 |
0 |
0 |
24 |
Soko |
1 |
1 |
0 |
0 |
25 |
Waru |
1 |
1 |
0 |
0 |
JUMLAH |
42 |
46 |
6 |
1 |
Sumber : Data Monografi Kecamatan Jepon, 2011
d) Sarana Kesehatan
Kelurahan Jepon adalah yang memiliki fasilitas kesehatan terlengkap, dimana di kelurahan ini terdapat rumah sakit, rumah bersalin, puskesmas, dan apotek dimana di desa lainnya rata-rata tidak memilikinya. Selain itu, di Kelurahan Jepon juga memiliki tenaga medis yang jumlahnya memadai, dimana terdapat 4 orang dokter umum. Sedangkan desa yang memiliki keterbatasan jumlah fsailitas kesehatan adalah Desa Gersi dan Nglarohgunung, dimana di kedua desa itu hanya terdapat 1 polindes, 1 posyandu, dan 1 bidan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, penduduk biasanya lebih memilih untuk berobat di Kelurahan Jepon yang memiliki kelengkapan fasilitas kesehatan.
e) Sarana Peribadatan
Sarana Peribadatan di Kecamaatan Jepon
No |
Desa/Kelurahan |
Masjid |
Musolla |
Gereja |
Vihara |
|
1 |
Blungun |
4 |
12 |
0 |
0 |
|
2 |
Semanggi |
1 |
7 |
0 |
0 |
|
3 |
Ngampon |
2 |
5 |
0 |
0 |
|
4 |
Jomblang |
1 |
12 |
0 |
0 |
|
5 |
Palon |
1 |
14 |
0 |
0 |
|
6 |
Bangsri |
3 |
15 |
1 |
0 |
|
7 |
Sumurboto |
2 |
6 |
0 |
0 |
|
8 |
Brumbung |
2 |
11 |
0 |
0 |
|
9 |
Turirejo |
3 |
17 |
0 |
0 |
|
10 |
Semampir |
1 |
9 |
0 |
0 |
|
11 |
Kemiri |
1 |
14 |
0 |
0 |
|
12 |
Tempellemahbang |
2 |
9 |
0 |
0 |
|
13 |
Jepon |
4 |
17 |
0 |
0 |
|
14 |
Seso |
3 |
5 |
1 |
0 |
|
15 |
Balong |
1 |
6 |
0 |
0 |
|
16 |
Geneng |
3 |
5 |
0 |
0 |
|
17 |
Nglarohgunung |
1 |
4 |
0 |
0 |
|
18 |
Kawengan |
2 |
16 |
0 |
0 |
|
19 |
Gersi |
1 |
4 |
0 |
1 |
|
20 |
Gedangdowo |
3 |
9 |
0 |
0 |
|
21 |
Puledagel |
2 |
12 |
0 |
0 |
|
22 |
Bacem |
1 |
6 |
0 |
0 |
|
23 |
Jatirejo |
2 |
5 |
0 |
0 |
|
24 |
Soko |
1 |
6 |
0 |
0 |
|
25 |
Waru |
1 |
4 |
0 |
0 |
|
JUMLAH |
48 |
230 |
2 |
1 |
Sumber : Data Monografi Kecamatan Jepon, 2011
f) Sarana Rekreasi
Terdapat 1 lapangan tennis, yakni di desa Tempellemahbang, dan lapangan tennis yang ada hanya berskala kecil. Selain untuk, sarana olahraga keberadaan lapangan-lapangan tersebut juga dapat digunakan sebagai ruang terbuka hijau. Selain itu, dapat pula dijadikan sebagai sarana untuk interaksi sosial antar warga dimana lapangan yang ada sering untuk dijadikan sebagai tempat pertandingan baik antar warga dalam 1 RW maupun antar desa.
Kependudukan
No |
Kelurahan/Desa |
Data Kependudukan Kecamatan Jepon per Kelurahan/Desa (dalam tahun) |
|||||||||||||||
0-4 |
5-9 |
10-14 |
15-19 |
20-24 |
25-29 |
30-34 |
35-39 |
40-44 |
45-49 |
50-54 |
55-59 |
60-64 |
65-69 |
70-74 |
75 + |
||
1 |
Blungun |
146 |
166 |
161 |
110 |
84 |
121 |
124 |
139 |
151 |
124 |
132 |
89 |
63 |
47 |
40 |
57 |
2 |
Semanggi |
104 |
106 |
89 |
63 |
78 |
94 |
94 |
88 |
76 |
70 |
52 |
55 |
47 |
30 |
15 |
29 |
3 |
Ngampon |
50 |
56 |
61 |
44 |
28 |
32 |
54 |
42 |
54 |
52 |
37 |
35 |
19 |
20 |
8 |
12 |
4 |
Jomblang |
119 |
137 |
131 |
103 |
67 |
93 |
98 |
121 |
104 |
90 |
78 |
69 |
54 |
36 |
33 |
51 |
5 |
Palon |
131 |
135 |
105 |
101 |
110 |
118 |
116 |
119 |
93 |
100 |
101 |
66 |
44 |
36 |
20 |
37 |
6 |
Bangsri |
108 |
105 |
121 |
87 |
69 |
94 |
104 |
104 |
104 |
108 |
97 |
100 |
49 |
46 |
32 |
62 |
7 |
Sumurboto |
72 |
85 |
82 |
92 |
79 |
88 |
80 |
71 |
61 |
56 |
55 |
40 |
27 |
15 |
19 |
17 |
8 |
Brumbung |
116 |
121 |
118 |
97 |
77 |
92 |
110 |
99 |
100 |
101 |
89 |
69 |
30 |
35 |
26 |
29 |
9 |
Turirejo |
135 |
153 |
127 |
134 |
98 |
115 |
127 |
108 |
127 |
102 |
105 |
103 |
49 |
34 |
38 |
30 |
10 |
Semampir |
67 |
74 |
74 |
67 |
58 |
55 |
52 |
58 |
58 |
58 |
69 |
69 |
29 |
12 |
24 |
38 |
11 |
Kemiri |
112 |
130 |
130 |
100 |
72 |
92 |
109 |
101 |
102 |
117 |
108 |
64 |
50 |
35 |
22 |
38 |
12 |
Tempellemahbang |
123 |
116 |
123 |
127 |
125 |
123 |
145 |
110 |
111 |
132 |
89 |
92 |
43 |
31 |
24 |
43 |
13 |
Jepon |
449 |
449 |
461 |
366 |
325 |
370 |
394 |
368 |
391 |
383 |
359 |
255 |
142 |
103 |
98 |
141 |
14 |
Seso |
77 |
79 |
72 |
62 |
51 |
79 |
76 |
60 |
66 |
63 |
67 |
45 |
25 |
18 |
17 |
16 |
15 |
Balong |
60 |
55 |
46 |
52 |
46 |
60 |
59 |
46 |
49 |
52 |
41 |
38 |
20 |
11 |
14 |
24 |
16 |
Geneng |
97 |
86 |
88 |
75 |
56 |
72 |
86 |
89 |
68 |
81 |
74 |
77 |
49 |
21 |
21 |
31 |
17 |
Nglarohgunung |
30 |
35 |
36 |
39 |
36 |
37 |
25 |
34 |
34 |
25 |
24 |
23 |
13 |
8 |
3 |
12 |
18 |
Kawengan |
81 |
93 |
103 |
72 |
29 |
65 |
73 |
81 |
100 |
83 |
87 |
60 |
25 |
15 |
21 |
37 |
19 |
Gersi |
37 |
33 |
53 |
26 |
59 |
40 |
35 |
39 |
31 |
35 |
28 |
23 |
19 |
15 |
11 |
12 |
20 |
Gedangdowo |
88 |
102 |
92 |
87 |
56 |
71 |
75 |
76 |
88 |
84 |
64 |
47 |
25 |
24 |
12 |
22 |
21 |
Puledagel |
95 |
87 |
88 |
76 |
50 |
74 |
97 |
60 |
85 |
71 |
55 |
44 |
20 |
20 |
18 |
19 |
22 |
Bacem |
51 |
71 |
82 |
53 |
45 |
53 |
58 |
58 |
75 |
63 |
53 |
37 |
28 |
16 |
29 |
25 |
23 |
Jatirejo |
40 |
46 |
39 |
38 |
24 |
41 |
47 |
35 |
47 |
51 |
52 |
41 |
18 |
15 |
11 |
14 |
24 |
Soko |
27 |
28 |
28 |
19 |
20 |
34 |
35 |
28 |
23 |
36 |
17 |
14 |
11 |
3 |
3 |
10 |
25 |
Waru |
39 |
40 |
76 |
42 |
32 |
35 |
38 |
55 |
38 |
42 |
46 |
22 |
19 |
6 |
9 |
30 |
JUMLAH |
2454 |
2588 |
2586 |
2132 |
1774 |
2148 |
2311 |
2189 |
2236 |
2179 |
1979 |
1577 |
918 |
652 |
568 |
836 |
Sumber : BPS Kabupaten Blora, 2011
Dari data yang diperoleh dapat diketahui bahwa untuk jumlah penduduk usia 0-4 tahun paling banyak berada di kelurahan Jepon denga jumlah 449 jiwa disusul oleh desa Blungun dan desa Turirejo dengan masing-masing berjumlah 146 dan 135 jiwa. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan akan sarana kesehatan yang dibutuhkan untuk menjamin kesehatan balita di desa tersebut. Untuk jumlah penduduk usia 5-9 tahun paling banyak terdapat di desa Jepon kemudian disusul desa Blungun dan desa Jomblang. Hal ini berdampak pada kebutuhan akan sarana pendidikan berupa SD untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan.
Kelurahan Jepon masih mendominasi untuk penduduk usia 10-14 tahun disusul oleh desa Blungun dan desa Jomblang dengan masing-masing berjumlah 461, 161 dan 131 jiwa. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kebutuhan sarana pendidikan SMP sangat dibutuhkan di daerah tersebut. Sedangkan untuk penduduk dengan usia 15-19 tahun terbanyak di Desa Jepon dan selanjutnya disusul oleh Desa Turirejo dan Desa Tempellemahbang. Alhasil kebutuhan akan sarana pendidikan SMA sangat dibutuhkan didaerah ini. Untuk penduduk usia produktif sendiri yaitu usia 20-64 tahun tetap terbanyak di desa Jepon kemudian desa Blungun dan desa Turirejo. Kebutuhan akan jumlah lapangan pekerjaan juga sangat dibutuhkan untuk menampung jumlah penduduk produktif ini. Jumlah penduduk usia lanjut terbanyak berada di Kelurahan Jepon kemudian Desa Blungun dan Desa Bangsri. Untuk itu dibutuhkan sarana kesehatan yang memadai.
Secara keselurahan jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kelurahan Jepon. Hal ini dikarenakan posisi kelurahan Jepon sebagai ibukota kecamatan Jepon yang menyebabkan jumlah penduduk sangat timpang antara desa Jepon dengan desa lainnya di kecamatan Jepon. Berikut adalah tabel jumlah penduduk dirinci berdasarkan desa di Kecamatan Jepon.
Data Kependudukan Per Desa/Kelurahan di Kecamaatan Jepon
Nama Desa/Kelurahan |
Laki-Laki |
Perempuan |
Jumlah |
Blungun |
1882 |
1876 |
3758 |
Semanggi |
1094 |
1143 |
2237 |
Ngampon |
686 |
629 |
1315 |
Jomblang |
1653 |
2025 |
3678 |
Palon |
1480 |
1395 |
2875 |
Bangsri |
2906 |
2924 |
5830 |
Sumurboto |
853 |
841 |
1694 |
Brumbung |
1319 |
1390 |
2709 |
Turirejo |
1703 |
1756 |
3459 |
Semampir |
998 |
1015 |
2013 |
Kemiri |
1521 |
1528 |
3049 |
Tempellemahbang |
1711 |
1161 |
2872 |
Jepon |
5064 |
5187 |
10251 |
Seso |
797 |
780 |
1577 |
Balong |
688 |
674 |
1362 |
Geneng |
1123 |
1202 |
2325 |
Nglarohgunung |
468 |
429 |
897 |
Kawengan |
1162 |
1108 |
2270 |
Gersi |
503 |
498 |
1001 |
Gedangdowo |
1102 |
1081 |
2183 |
Pulegedel |
1028 |
1024 |
2052 |
Bacem |
872 |
877 |
1749 |
Jatirejo |
604 |
630 |
1234 |
Soko |
376 |
387 |
763 |
Waru |
630 |
648 |
1278 |
Sumber : BPS Kabupaten Blora, 2011
Dari segi mata pencaharian, Kecamatan Jepon didominasi oleh pekerjaan sebagai petani dan buruh tani diantaranya di Desa Seso, Brumbung, Semampir, Tempellemahbang, dan Kemiri. Hal ini juga disebabkan oleh penggunaan lahan yang sebagian besar digunakan untuk lahan pertanian. Lain hal nya dengan kelurahan Jepon yang sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai pedagang dan dibidang swasta. Hal ini karena penggunaan lahan di kelurahan Jepon di dominasi oleh lahan terbangun sehingga masyarakatnya bekerja di bidang non pertanian. Salah satu hal yang menyebabkannya juga dikarenakan kelurahan Jepon dilewati oleh jalur Blora-Cepu dimana jalur ini sangat strategis yang berdampak pada semakin berkembangnya Kelurahan Jepon menjadi kawasan perdagangan dan jasa.
Berkembangnya kawasan industri di Kecamatan Jepon karena banyaknya migrasi penduduk dari luar wilayah Kecamatan Jepon yang datang. Hal ini dapat terlihat jumlah migrasi di Kecamatan Jepon sebesar 392 jiwa, dengan kepadatan 6,45 per 1000 penduduk. Dengan tingkat kepadatan nomor dua setelah Kecamatan Cepu. (Sumber : BPS Kabupaten Blora, 2009). Adanya industri rokok PT Sampoerna yang terletak di Desa Tempellemahbang, sehingga menarik penduduk dari luar wilayah Kecamatan Jepon untuk bekerja di Kecamatan Jepon. Terjadinya migrasi tidak diimbangi dengan penduduk yang pergi keluar Kecamatan Jepon, ini terlihat dari jumlah penduduk yang meninggalkan Kecamatan Jepon jauh lebih sedikit sehingga tidak mempengaruhi dengan adanya migrasi penduduk. Dari data yang diperoleh jumlah penduduk yang pergi sebesar 178 jiwa, menunjukkan bahwa tingkat kepergian penduduk adalah sebesar 2,93 per 1000 penduduk.
POTENSI DAN PERMASALAHAN
1) Sektor Pertanian
Perkembangan sektor pertanian di Kecamatan Jepon tercermin dari penggunaan lahannya yang sebagian besar dipergunakan sebagai lahan pertanian, baik pertanian lahan basah maupun lahan kering. Jenis pertanian lahan basah yang banyak dikembangkan adalah pertanian padi. Sedang jenis pertanian lahan kering adalah jagung. Komoditas jagung menjadi salah satu komoiditas pengganti padi dikala musim kemarau. Ini disebabkan karena Kecamatan Jepon merupakan salah satu kecamatan yang sering susah air saat musim kemarau datang. Oleh karena itu, untuk tetap mempertahankan mata pencahariannya, penduduk banyak yang beralih untuk menanam jagung yang memerlukan sedikit air di musim kemarau.
Pada Sub sektor kehutanan terutama hutan jati banyak terdapat di Desa Semanggi, Kemiri, dan Waru. Sebagian besar hutan jati yang ada di Kecamatan Jepon adalah milik PT Perhutani. Oleh karenanya, warga tidak bisa secara bebas mengelola dan mengambil hasil hutan yang ada. Namun, kondisi berbeda ada di Desa Semanggi dan Desa Waru, dimana terdapat kerjasama yang saling menguntungkan antara warga dengan PT Perhutani. Di Desa Semanggi, mayoritas penduduk memanfaatkan lahan perhutani sebagai lahan pertanian, yaitu dengan menanam jagung di lahan pohon jati dengan sistem tumpang sari. Sistem tumpang sari yang dilakukan biasanya tergantung dengan usia pohon jati tersebut. Sistem tumpang sari ini hanya dapat dilakukan sampai pohon jati berusia 5 tahun saja dan setelah itu tidak boleh digunakan lagi. Adanya kerjasama antara perhutani dengan penduduk sehingga antar kedua pihak tidak ada yang merasa dirugikan. Sedang Desa Waru, dimana dahulunya desa ini sangat potensial sebagai salah satu penghasil batu gamping. Akan tetapi, sekarang lahan-lahan gamping yang ada semakin kecil jumlahnya diakibatkan persediaan batu gamping yang sudah semakin sedikit sehingga menjadi tidak produktif. Oleh karena itu, untuk saat ini lahan-lahan yang sudah tidak produktif tersebut dijadikan sebagai hutan jati yang dikelola oleh PT Perhutani. Bibit-bibit jati yang disediakan berasal dari PT Perhutani dan masyarakat sendiri. Pengalih fungsian lahan untuk hutan jati ini berguna untuk menjaga kualitas lingkungan sehingga lahan bekas galian gamping tidak terbengkalai begitu saja.
Adanya sub sektor kehutanan di Kecamatan Jepon berimplikasi bagi berkembangnya sektor perindustrian secara tidak langsung. Ini dapat digambarkan dengan adanya kerajinan bubut kayu jati yang bahan bakunya berasal dari hutan Jepon itu sendiri maupun dari daerah lain. Industri lainnya yang juga turut berkembang adalah adanya industri kerajinan akar kayu jati. Kedua hasil dari kerajinan tersebut ada yang dipasarkan di wilayah lokal maupun di ekspor ke kota lain dan negara lain. Untuk penjualan di wilayah lokal, terdapat pusat penjualan hasil kerajinan di sepanjang jalan kolektor Blora-Jepon. Untuk kota di Indonesia yang menjadi tujuan ekspor seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya, sedangkan negara lain yang menjadi tujuan ekspor seperti Autralia, Arab, Eropa, dan Jepang.
Pada Sub sektor tanaman pangan, sebagian besar jenis pertanian yang ada merupakan pertanian dengan sistem sawah tadah hujan, karena sebagaimana diketahui bahwa di unit amatan Kecamatan Jepon sebagian besar wilayahnya akan mengalami kekurangan air ketika musim kemarau datang. Hal ini menyebabkan potensi pertanian yang ada tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal dimana setiap tahunnya hanya mampu dilakukan panen sebanyak 1-2 kali saja. Akan tetapi, keadaan ini dapat sedikit teratasi dengan adanya upaya irigasi melalui cara lain, seperti yang telah dilakukan di Desa Gersi dan Palon. Untuk irigasi sawah di kedua desa tersebut, kedua desa tersebut berusaha untuk memanfaatkan sumur resapan yang berada di lahan persawaahan. Sehingga, saat musim penghujan tiba, air hujan yang jatuh dapat tertampung di sumur-sumur yang mereka buat untuk selanjutnya dijadikan sebagai sumber air untuk irigasi dan cadangan air saat di musim kemarau. Selain pertanian sub sektor tanaman pangan, masyarakat Jepon juga mengupayakan jenis pertanian lainnya, yaitu sub sektor tanaman palawija dan buah-buahan. Jenis komoditas yang sering dikembangkan, seperti tanaman cabai, semangka dan jagung. Tanaman ini dapat dijadikan sebagai komoditas pengganti tanaman padi ketika musim kemarau datang, meskipun hasilnya tidak begitu menonjol.
Pada sub sektor peternakan. Potensi ini terdapat di Desa Semanggi yang berupa peternakan sapi. Sapi-sapi ini dipelihara di setiap rumah penduduk sehingga peternakan yang ada bersifat skala kecil. Meskipun begitu, potensi ini juga merupakan potensi utama di Desa Semanggi karena rata-rata hewan ternak yang dimiliki oleh masyarakat berjumlah lebih dari 2 ekor. Sapi-sapi yang ada biasanya dijual kepada tengkulak setempat yang kemudian dijual keluar Kecamatan Jepon.
Sektor perdagangan dan jasa berkembang karena adanya implikasi dari sektor perindustrian yang berakar dari sektor pertanian. Sektor perdagangan yang ada berkembang dalam bentuk penjualan hasil kerajinan bubut dan akar kayu jati. Sedang untuk sektor jasa berkembang dari adanya para pengrajin-pengarajin bubut dan akar kayu jati yang membutuhkan pelayanan jasa untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Sebagai contohnya adalah jasa telekomunikasi, perhubungan, hiburan dan jasa-jasa yang mengajarkan keterampilan untuk mengubah kayu dan akar kayu menjadi kerajinan yang bernilai jual tinggi.
2) Sektor Pertambangan dan Penggalian
Potensi lain yang terdapat di Kecamatan Jepon adalah sektor pertambangan dan penggalian minyak bumi yang berada di Desa Semanggi. Potensi ini juga tidak bisa dimanfaatkan secara langsung oleh penduduk, karena pihak yang melakukan eksplorasi adalah PT Pertamina. Pertamina ini sudah ada di Desa Semanggi sejak jaman Belanda dan kegiatan yang dilakukan adalah pengeboran minyak. Tercatat hampir ada 100 buah sumur tua bekas pengeboran minyak yang dilakukan pertamina dan pada saat ini masih ada 6 buah sumur minyak yang aktif.
Manfaat yang diperoleh penduduk dari adanya potensi ini adalah terciptanya lapangan kerja. Lapangan kerja disini bukan berarti semua penduduk dapat bekerja di Pertamina karena tidak sampai 40% penduduk sekitar dapat bekerja di Pertamina tersebut. Akan tetapi, lapangan kerja yang tercipta adalah dari sumur tua yang ada. Sumur tua yang ada bukan berarti sudah tidak ada minyak bumi lagi di dalamnya, tetapi jumlahnya sudah terbatas. Oleh karena itu, pertamina sudah tidak lagi melakukan penambangan minyak di sumur tua tersebut. Ini disebabkan oleh biaya produksi yang dibutuhkan akan lebih besar jika dibandingkan dengan hasil yang didapat. Minyak bumi yang masih ada kemudian ditambang oleh warga dengan seijin pertamina dan dengan alat yang berasal dari modal sendiri kemudian hasilnya dijual kembali ke Pertamina.
Selain terciptanya lapangan kerja, manfaat yang dirasakan penduduk adalah kepedulian dari PT Pertamina terhadap lingkungan setempat yang terlihat dari adanya bantuan yang diberikan pihak pertamina kepada masyarakat. Bantuan ini berupa CSR (Corporate Social Responsibility) yang meliputi tunjangan kepada desa-desa, pembuatan jalan, pembuatan sekolah, pemberian dana beasiswa kepada murid.