Definisi Perumahan, Permukiman dan Standar Rumah Layak Huni
Definisi perumahan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 mengenai perumahan dan permukiman adalah perumahan didefinisikan sebagai kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Sedangkan kawasan permukiman diartikan sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Sehingga, perumahan dan kawasan permukiman dapat didefinisikan sebagai satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.
Menurut Doxiadis (1968), human settlement atau permukiman terdiri dari 5 elemen yang daat dikelompokkan sebagai content (pengisi/manusia) dan container (wadah). Adapun keliman elemen tersebut sebagai berikut :
- Shells atau ruang bangunan dari bangunan gedung hingga kelompok yang mencapai skala permukiman, kampung, kota dan aglomerasi fisik wilayah dan tempat tinggal manusia
- Network atau jaringan, yang meliputi prasarana tempat manusia berkomunikasi dan jaringan utilitas.
- Nature atau alam sebagai natural environment yang terdiri atas elemen biotik dan abiotik.
- Man atau manusia sebagai individu dengan segala kepribadian dan identitasnya.
- Society atau masyarakat, adalah kumpulan manusia dari keluarga, neighborhood, dan warga dunia yang kompleks dalam kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik.
Dari kelima elemen tersebut, shells, network dan nature dikelompokkan sebagai container (wadah) sedangkan man dan society dikelompokkan sebagai content.
Rumah tidak layak huni pada umumnya erat kaitannya dengan pemukiman kumuh dan banyak dijumpai masyarakat miskin atau masyarakat yang kurang mampu. Rumah tidak layak huni adalah suatu hunian atau tempat tinggal yang tidak layak huni karena tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis. Selain itu, menurut salah satu pengamat masalah mengenai permukiman memberikan pemahamannya ada tiga kriteria rumah layak huni, antara lain aman terhadap gangguan sosial lingkungan, nyaman mencakup aspek kesehatan, dan terjangkau dalam arti sesuai kemampuan daya beli.
Perumahan tidak layak huni adalah kondisi dimana rumah beserta lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial, dengan kriteria sebagai berikut :
1. Luas lantai perkapita, di kota kurang dari 4 m2 sedangkan untuk di desa kurang dari 10 m2.
2. Jenis atap rumah terbuat dari daun dan lainnya.
3. Jenis dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang belum diproses.
4. Jenis lantai terbuat dari tanah
5. Tidak mempunyai fasilitas umum misalnya untuk kamar mandi atau MCK.
Rumah atau Hunian sebagai kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan hunian akan terus berkembang seiring perkembangan kehidupan. Permasalahan perumahan adalah permasalahan yang multi dimensi (sosial, politik, ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan). Fungsi dasar rumah adalah untuk melindungi diri dari berbagai ancaman bahaya. Persoalan yang biasanya terjadi dalam rumah adalah ukuran rumah yang sempit tidak sesuai dengan kebutuhan penghuni yang ada di dalamnya.
Penyediaan perumahan bersifat inelastis dalam jangka waktu yang lama (O’Sullivan, 2000:400) sebab untuk menyediakan rumah (housing stock) sangat tergantung sekali oleh banyak faktor, antara lain: faktor harga, variasi substitusi rumah di pasar formal, ketersediaan lahan dan kemampuan membangun itu sendiri (Hoag dan Hoag, 1991:61-66). GNPSR (2003) dan RPJPN Bidang Perumahan (2010-2025) menyebutkan ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi sisi penyediaan perumahan yakni penyediaan tanah, penyediaan infrastruktur, pembiayaan, dan kelembagaan.
Kepmen Kesehatan No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal dan Kepmen Kimpraswil No.403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah yaitu:
- Bangunan Fisik Rumah:
- Bahan bangunan. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepas zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan. Bahan bangunan tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikro organisme patogen.
- Atap berfungsi untuk menahan panas, debu, dan air hujan. Penutup atap sebaiknya merupakan bidang datar dan sudut kemiringan atap tergantung dari jenis bahan penutup atap yang dipakai. Bumbungan rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus dilengkapi dengan penangkal petir.
- Dinding berfungsi untuk menahan angin dan debu, serta dibuat tidak tembus pandang. Bahan dinding dapat berupa batu bata, batako, bambu, papan kayu. Dinding dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara. Dinding kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan.
- Jendela dan pintu berfungsi sebagai lubang angin, jalan udara segar dan sinar matahari serta sirkulasi. Letak lubang angin yang baik adalah searah dengan tiupan angin.
- Fasilitas Kelengkapan Bangunan Rumah:
- Sarana Air Bersih, tersedia sarana air bersih dengan kapasitas 120 liter/hari/orang. Kualitas air bersih harus memenuhi persyaratan kesehatan. Sekeliling sumur dangkal (gali) diberikan pengerasan dan selokan air agar tempat sekitarnya tidak tergenang air (becek). Jarak sumur terhadap resapan/septik tank harus mencukupi syarat kesehatan.
- Limbah dan drainase rumah, air kotor atau air buangan dari kamar mandi, cuci dan dapur disalurkan melalui drainase rumah (selokan) terbuka atau tertutup di dalam pekarangan rumah ke (drainase) selokan air di pinggir jalan. Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, pencemaran terhadap permukaan tanah serta air tanah.
- Fasilitas Listrik. Sebagai pencahayaan buatan mutlak diperlukan pada sebuah hunian. Kebutuhan minimal daya listrik untuk rumah sederhana 900 watt/rumah artinya bahwa setiap rumah harus tersedia listrik dengan daya yang mencukupi.
3. Penataan Bangunan Rumah:
- Perancangan Ruang, Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi/cuci/Wc, ruang bermain anak yang letaknya terpisah satu sama lain. Luas ruang sekurang kurangnya 9 m² per orang, bukaan ventilasi 1/9 luas lantai atau minimal 1 m² atau lebih dari 11% luas ruang. Lebih lanjut, parameter yang harus diperhatikan dalam perancangan rumah adalah: kepadatan hunian terutama kamar tidur, pencahayaan terutama dari sinar matahari, penghawaan, jenis lantai, jenis dinding serta jenis bahan bakar yang digunakan dalam rumah tangga.
- Kepadatan Hunian Ruang Tidur. Luas ruang tidur minimal 9 m² dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah 5 tahun.
- Kepadatan hunian. Satu keluarga yang terdiri dari 5 orang, minimum luas rumah adalah 50 m². Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m²/orang dan untuk mencegah penularan penyakit (misalnya penyakit pernapasan) jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lain minimum 90 cm. Apabila ada anggota yang menderita penyakit pernapasan sebaiknya tidak tidur sekamar dengan anggota yang lain.
- Pencahayaan. Untuk memperoleh cahaya yang cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca minimum 20 % luas lantai. Kamar tidur sebaiknya diletakkan di sebelah timur untuk memberi kesempatan masuknya sinar ultraviolet yang ada dalam sinar matahari pagi. Jika perletakan jendela kurang leluasa, dapat dipasang genteng kaca karena semua jenis cahaya dapat mematikan kuman, hanya berbeda satu sama lain dari segi lamanya proses mematikan kuman. Agar cahaya matahari tidak terhalang masuk ke dalam rumah, maka jarak rumah yang satu dengan yang lain paling sedikit sama dengan tinggi rumahnya.
- Penghawaan. Untuk memungkinkan pergantian udara secara lancar diperlukan minimum luas lubang ventilasi tetap 5% luas lantai, dan jika ditambah dengan luas lubang yang dapat memasukkan udara lainnya (celah, pintu,jendela, lubang anyaman bambu dan sebagainya) menjadi berjumlah 10% luas lantai. Udara yang masuk sebaiknya udara yang bersih dan bukan udara yang mengandung debu atau bau.
- Binatang Penular Penyakit. Tidak ada tikus, kecoa atau binatang pembawa / vektor penyakit bersarang di dalam rumah
Rumah Bagi MBR
Rumah bagi MBR merupakan hasil dari suatu proses keputusan yangmempertimbangkan berbagai kebutuhan dan kemampuan baik secara ekonomi,sosial dan fisik. Rumah harus memenuhi syarat dekat dengan tempat kerja atauberlokasi di tempat yang berpeluang dalam mendapatkan pekerjaan. MBR tidakterlalu mementingkan kualitas fisik rumah asalkan tetap menjamin kelangsungankehidupannya, dan juga tidak memandang pentingnya hak–hak penguasaan atastanah dan bangunan karena rumah dianggap suatu fasilitas (Jo Santoso, et.al,2002:41). Prioritas utama MBR adalah jarak rumah dengan tempat kerja(lokasi) baru status kepemilikan dan lahan serta kualitas adalah prioritasberikutnya (Turner (1971) dalam Panudju (1999:9–12).
Menurut Downs (ed. 2004:1-2) rumah tangga mengeluarkan lebih dari30% bagian pendapatannya untuk perumahan. Inilah yang dikatakan sebagaimasalah afordabilitas/kemampuan dalam perumahan yang diartikan tidak punyakemampuan untuk mengisi tempat tinggal yang kualitasnya layak dengan upayayang lebih besar dalam pemenuhannya. Sehingga kemampuan perumahan(affordable housing) didefinisikan sebagai perumahan dengan kualitas layakdimana rumah tangga berpenghasilan rendah dapat memperolehnya tanpamembelanjakan lebih dari 30% pendapatan mereka. Hal yang sama diemukakanO’Sullivan (2000:413) bahwa harga sewa rumah tidak boleh melebihi 30%pendapatan rumah tangga.
Di Indonesia telah diaplikasikan bentuk penanganan bagi permukiman kurang mampu, yang terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :
a.Perbaikan Permukiman
Perumahan kurang mampu identik dengan kondisi permukiman kumuh yang tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Masyarakat yang memiliki permukiman kurang mampu berusaha untuk dapat memenuhi standar sesuai dengan norma yaitu sumber daya fisik, sosial dan ekonomi. Dalam hal ini dapat dilakukan dua tindakan yang berupa housing adjustment dan housing adaptation. Housing adjustment memiliki pengertian bahwa penghuni secara aktif menimbulkan perubahan terhadap keadaan rumahnya sebagai usaha memenuhi kebutuhan ketika penghuni merasakan kekurangan pada rumahnya. Sedangkan untuk housing adaptation merupakan perubahan pada diri penghuni tanpa merubah rumahnya sebagai usaha atas tekanan akibat berbagai kerkurangan yang terdapat pada rumahnya.
b.Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman
Berdasarkan penetapan Dinas Pekerjaan Umum dan Cipta Karya terdapat beberapa bentuk usaha dalam melakukan perbaikan permukiman, sebagai berikut :
- Pemugaran fisik rumah seperti semula
- Program perbaikan kampong atau Kampung Improvement Program (KIP) bertujuan untuk perbaikan kesehatan lingkungan dengan komponen dasar berbaikan infrastruktur seperti jaringan jalan, saluran drainase dan sanitasi.
- Perbaikan lingkungan kawasan pasar atau MIP bertujuan untuk perbaikan permukiman disekitar pasar menjadi dampak pasar yang tidak memiliki sarana pendukung, seperti saluran drainase, parkir, dan sampah.
- Konsolidasi lahan merupakan kegiatan terpadu untuk menata kembali pola kepemilikan tanah pada wilayah yang kurang teratur.
- Pengembangan lahan terkendali sebagai upaya penatan lanjut dalam pengembangan tata ruang kota. Hal ini bertujuan untuk membangun kondisi iklim partisipatif melibatkan potensi masyarakat terutama pihak swasta.
- Pembangunan rumah susun yang bertujuan untuk menata kembali suatu kawasan kota baik secara fisik maupun fungsional dan keuntungan ekonomisnya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 403/KPTS/M/2002 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat), rumah sehat didefinisikan sebagai rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi ketetapan atau ketentuan teknis kesehatan yang wajib dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni rumah dari bahaya atau gangguan kesehatan, sehingga memungkinkan penghuni memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Sedangkan rumah inti diartikan sebagai rumah yang terdiri atas ruangan inti rumah seperti ruang yang terpenting atau hanya atap dan lantai, sedangkan pengembangan selanjutnya diserahkan kepada penghuni.
Menurut Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 403/KPTS/M/2002 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat), standar rumah sehat sebagai berikut :
- Kebutuhan Minimal Masa (penampilan) dan Ruang (luar-dalam)
Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya. Dari hasil kajian, kebutuhan ruang per orang adalah 9 m2 dengan perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit adalah 2.80 m. Rumah sederhana sehat memungkinkan penghuni untuk dapat hidup sehat, dan menjalankan kegiatan hidup sehari-hari secara layak. Kebutuhan minimum ruangan pada rumah sederhana sehat perlu memperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut:
- Kebutuhan luas per jiwa
- Kebutuhan luas per kepala keluarga (KK)
- Kebutuhan luas bangunan per kepala keluarga (KK)
- Kebutuhan luas lahan per unit bangunan
2. Kebutuhan Kesehatan dan Kenyamanan
Rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan dan kenyamanan dipengaruhi oleh 3 aspek, yaitu pencahayaan, penghawaan, serta suhu udara dan kelembaban dalam ruangan. Aspek-aspek tersebut merupakan dasar atau kaidah perencanaan rumah sehat dan nyaman.
a. Pencahayaan
Matahari sebagai potensi terbesar yang dapat digunakan sebagai pencahayaan alami pada siang hari. Pencahayaan yang dimaksud adalah penggunaan terang langit, dengan ketentuan sebagai berikut:
- Cuaca dalam keadaan cerah dan tidak berawan,
- Ruangan kegiatan mendapatkan cukup banyak cahaya,
- Ruang kegiatan mendapatkan distribusi cahaya secara merata.
- Sedangkan untuk kualitas pencahayaan alami siang hari yang masuk ke dalam ruangan ditentukan oleh:
- Kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan (mata),
- Lamanya waktu kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan (mata),
- Tingkat atau gradasi kekasaran dan kehalusan jenis pekerjaan,
- Lubang cahaya minimum sepersepuluh dari luas lantai ruangan,
- Sinar matahari langsung dapat masuk ke ruangan minimum 1 (satu) jam setiap hari,
- Cahaya efektif dapat diperoleh dari jam 08.00 sampai dengan jam 16.00.
- Tata letak perabotan rumah tangga, seperti lemari, meja tulis atau meja makan,
- Bidang pembatas ruangan, seperti partisi, tirai masif.
b. Pengahawaan
Udara merupakan kebutuhan pokok manusia untuk bernafas sepanjang hidupnya. Udara akan sangat berpengaruh dalam menentukan kenyamanan pada bangunan rumah. Kenyamanan akan memberikan kesegaran terhadap penghuni dan terciptanya rumah yang sehat, apabila terjadi pengaliran atau pergantian udara secara kontinyu melalui ruangan- ruangan, serta lubang-lubang pada bidang pembatas dinding atau partisi sebagai ventilasi. Agar diperoleh kesegaran udara dalam ruangan dengan cara penghawaan alami, maka dapat dilakukan dengan memberikan atau mengadakan peranginan silang (ventilasi silang) dengan ketentuan sebagai berikut:
- Lubang penghawaan minimal 5% (lima persen) dari luas lantai ruangan.
- Udara yang mengalir masuk sama dengan volume udara yang mengalir keluar ruangan.
- Udara yang masuk tidak berasal dari asap dapur atau bau kamar mandi/WC.
- Khususnya untuk penghawaan ruangan dapur dan kamar mandi/WC, yang memerlukan peralatan bantu elektrikal-mekanikal seperti blower atau exhaust fan, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
- Lubang penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamanan bangunan disekitarnya.
- Lubang penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamanan ruangan kegiatan dalam bangunan seperti: ruangan keluarga, tidur, tamu dan kerja.
c. Suhu udara dan kelembaban
Rumah dinyatakan sehat dan nyaman, apabila suhu udara dan kelembaban udara ruangan sesuai dengan suhu tubuh manusia normal. Suhu udara dan kelembaban ruangan sangat dipengaruhi oleh penghawaan dan pencahayaan. Penghawaan yang kurang atau tidak lancar akan menjadikan ruangan terasa pengap atau sumpek dan akan menimbulkan kelembaban tinggi dalam ruangan. Untuk mengatur suhu udara dan kelembaban normal untuk ruangan dan penghuni dalam melakukan kegiatannya, perlu memperhatikan:
- Keseimbangan penghawaan antara volume udara yang masuk dan keluar.
- Pencahayaan yang cukup pada ruangan dengan perabotan tidak bergerak.
- Menghindari perabotan yang menutupi sebagian besar luas lantai ruangan.
Sumber :
Doxiadis, Constantion A. 1968. Ekistic : An Introduction to the Science of Human Settlement. London : Hutchinson and Co.
Keputusan Menteri Kesehatan No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal.
SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman //